Mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.000/US$,

Nilai tukar rupiah melemah tanpa perlawanan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin kemarin. Mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.000/US$, rupiah tidak sekalipun menyentuh zona hijau, hingga akhirnya melemah 0,43% di Rp 14.120/US$.

Pada hari ini, Selasa (23/6/2020) rupiah tampaknya siap “Melonjak”, melihat sentimen mood pasar yang cukup bagus. Lonjakan kasus pandemi penyakit Covid-19 yang terjadi di China, Australia, Jerman, dan AS membuat sentimen pelaku pasar memburuk kemarin, dan membuat rupiah terpukul.

Tetapi nyatanya sentimen pelaku pasar tak buruk-buruk amat, bursa saham AS (Wall Street) berhasil menguat pada perdagangan Senin kemarin.Penguatan kiblat bursa saham dunia ini tentunya memberikan angin segar ke pasar Asia pagi ini. Sentimen pelaku pasar yang bagus akan menjadi modal bagi rupiah untuk kembali menguat.

Secara teknikal, rupiah berada dalam fase konsolidasi sejak dua pekan lalu, dan kembali berada di atas level psikologis Rp 14.000/US$. Fase konsolidasi semakin terlihat setelah di awal pekan lalu rupiah membentuk pola Doji.
Posisi pembukaan pasar dan penutupan pasar Senin (15/6/2020) sama di Rp 14.050/US$, dan membentuk ekor (tail) yang hampir seimbang ke atas dan bawah. Secara teknikal, rupiah disebut membentuk pola Doji, dan berarti pasar sedang ragu kemana arah pasar selanjutnya.Terbukti, setelah membentuk Doji, rupiah tidak banyak banyak bergerak, sebelum mengalami spike Jumat lalu.Tekanan terhadap rupiah sebenarnya sudah mulai berkurang melihat indikator stochastic pada grafik sudah keluar dari wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.
Resisten (tahanan atas) terdekat berada di Rp 14.150/US$, selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang menguat menuju level psikologis Rp 14.000/US$.
Sementara jika resisten ditembus, rupiah berpeluang melemah menuju Rp 14.300/US$.
Untuk jangka lebih panjang, peluang rupiah ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100% masih terbuka, selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%).
Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
rpvsusd
USD Rp 14.010/US$, menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv

Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin, tetapi masih tertahan di atas level “keramat” atau psikologis Rp 14.000/US$. Padahal sebelumnya mata uang Garuda cukup meyakinkan menguat 0,36% ke Rp 13.975/US$ beberapa menit sebelum perdagangan ditutup. 

Namun di menit-menit akhir, penguatan rupiah terpangkas dan menutup perdagangan Kamis di level Rp 14.010/US$, menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Secara teknikal, rupiah berada dalam fase konsolidasi sejak pekan lalu, meski kembali berada di atas level psikologis Rp 14.000/US$. Fase konsolidasi semakin terlihat setelah di awal pekan.

Posisi pembukaan pasar dan penutupan pasar Senin (15/6/2020) sama di Rp 14.050/US$, dan membentuk ekor (tail) yang hampir seimbang ke atas dan bawah. Secara teknikal, rupiah disebut membentuk pola Doji, dan berarti pasar sedang ragu ke mana arah pasar selanjutnya.

Terbukti, setelah membentuk Doji, rupiah tidak banyak bergerak dalam 2 hari sebelumnya, dan gagal bertahan di bawah Rp 14.000/US$ kemarin.

Indikator stochastic pada grafik sudah keluar dari wilayah jenuh jual (oversold), sehingga tekanan jual rupiah menjadi berkurang.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.

Level psikologis Rp 14.000/US$ menjadi kunci pergerakan hari ini, selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.150/US$ sampai Rp 14.300/US$.

Sebaliknya jika mampu kembali dijebol, rupiah berpeluang menguat ke Rp 13.920/US$.

Sementara untuk jangka lebih panjang, peluang rupiah ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100% masih terbuka, selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%).

Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

Secara fundamental, rupiah langsung melesat ke bawah Rp 14.000/US$ kemarin setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan menurunkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25%. Pemangkasan suku bunga tersebut masih akan menjadi sentimen positif bagi rupiah pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (19/6/2020).

Tidak memangkas suku bunga, BI juga membuka peluang untuk kembali menurunkan suku bunga ke depannya. Ini karena tekanan inflasi domestik yang rendah, tekanan eksternal yang mereda, dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

Dengan diturunkannya suku bunga tentunya berdampak bagus bagi perekonomian Indonesia yang sedang merosot. Penurunan suku bunga BI diharapkan akan turut menurunkan suku bunga kredit.

Suku bunga kredit yang lebih rendah tentunya akan menarik bagi dunia usaha maupun rumah tangga untuk mengambil pinjaman, sehingga roda perekonomian kembali berputar. Rupiah pun mendapat tenaga untuk kembali menguat.

Meski demikian, sentimen negatif dari perkembangan pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di China cukup membebani sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah gagal bertahan di bawah Rp 14.000/US$ kemarin. Selain itu Indonesia kini juga menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di ASEAN.

Sumber Berita

Rupiah Mulai Melemah Kembali

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot kembali melemah. Berdasarkan data Bloomberg Rabu (10/06/2020) pada pukul 09.54 WIB, di pasar spot rupiah berada pada posisi Rp 13.979 per dollar AS. Posisi ini melemah 0,64 persen (89 poin) dibandingkan penutupan sebelumnya pada level Rp 13.890 per dollar AS. Adapun kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada pada level Rp 14.083 per dollar AS. Posisi ini melemah dibandingkan hari sebelumnya yang berada pada level 13.973 per dollar AS.

(Aussie) melemah melawan rupiah

Nilai tukar dolar Australia (aussie) melemah melawan rupiah di awal perdagangan Selasa (9/6/2020). Kendati data kondisi dan sentimen bisnis Australia membaik pada bulan Mei dari April, tetapi masih tetap sangat negatif.

Pada pukul 09:30 WIB, AU$ 1 setara Rp 9.788 dolar Australia melemah 0,4% di pasar spot dari level Rp 9.850/AU$ pada penutupan harga Senin kemarin (8/6), melansir data Refinitiv.

Pelemahan aussie juga terjadi karena mata uang Garuda mendapati sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya, sehingga membuat aliran modal deras masuk ke Indonesia pada pekan lalu. Rupiah pun ditopang capital inflow tersebut dan mampu menguat melawan dolar Australia.

Meskipun kondisi dan sentimen bisnis Australia membaik pada bulan Mei dari April, tetapi masih tetap sangat negatif, mencerminkan kondisi yang dihadapi Negeri Kanguru tersebut akhirnya tergelincir ke dalam resesi sejak resesi terakhir kali terlihat pada tahun 1991.

Ini, merupakan rebound dalam keyakinan bisnis untuk bulan kedua berturut-turut, naik 25 poin menjadi minus 20, menurut survei oleh National Australia Bank (NAB).

Peningkatan ini terjadi di tengah langkah-langkah untuk meringankan pembatasan penguncian dan membuka kembali perusahaan di seluruh negeri, ketika Australia memiliki keberhasilan yang baik dalam memitigasi pandemi Covid-19.

Kendati demikian, ekonomi mengalami kontraksi pada kuartal pertama. Menteri keuangan Australia Josh Frydenberg menyatakan ekonomi berada dalam resesi.

“Kondisi naik di bulan ini, tetapi mereka masih negatif dan ini memberi tahu kami bahwa aktivitas masih sangat lemah di bulan Mei,” kata Alan Oster, kepala ekonom kelompok NAB.

Sementara beberapa tindakan penahanan laju virus corona telah mereda, masih adanya pembatasan dan sektor layanan yang paling terpengaruh oleh tindakan ini terus menunjukkan kondisi terlemah, tambah Oster.

Sumber Tim Riset